Jumat, 06 Juni 2014

7 Ciri Utama Anak Menderita Autisme

MENDETEKSI anak yang mengalami gejala autis memang sulit, pasalnya baru diketahui setelah usia dua tahun. Untuk itu, kenalilah sejak dini gejala autis agar tidak dialami anak Anda.

Hal ini sebagaimana dikatakan Gayatri Pamoedji SE, MHC, praktisi autisme dari Masyarakat Peduli Anak Autis Indonesia (MPATI). Menurut dia, pendeteksian gejala autisme ini sangat penting karena penyandang autis biasanya baru disadari orangtua setelah anaknya tiga tahun lebih, padahal kondisi itu sudah terlambat.

“Biasanya, kasus yang terjadi berawal dari para orangtua datang ke dokter dengan keluhan anaknya sudah tiga tahun tidak bisa berjalan dan tidak bisa bicara. Padahal seharusnya saat umur dua tahun, bila sudah ada yang ganjalan pada anak Anda, segeralah datang ke dokter agar tidak berakibat fatal. Untuk itu, agar kondisi itu tidak terjadi, ketahuilah gejala-gejala penyandang autis sejak dini,” katanya dalam acara seminar bertemakan Diagnosis Akurat, Pendidikan Tepat dan Dukungan Kuat untuk Menciptakan Masa Depan Anak Autis yang Lebih Baik di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Selasa, (9/4/2013).

Selanjutnya, Gayatri –begitu wanita ini disapa- menjelaskan tujuh ciri utama seorang anak terkena autisme berdasarkan M-CHAT ( Modified Checklist for  Autisme in Tofflers) sebagai berikut:Apakah anak Anda memiliki rasa tertarik pada anak-anak lain?

- Apakah anak Anda pernah menggunakan telunjuk untuk menunjukan rasa tertariknya pada sesuatu?

- Apakah anak menatap mata Anda lebih dari satu atau dua detik?

- Apakah anak bisa meniru Anda? Bila membuat raut wajah tertentu, apakah anak Anda bisa menirunya?

- Apakah anak Anda memberi reaksi bila dirinya dipanggil?

- Bila anak Anda menunjuk pada sebuah mainan di sisi lain ruangan, apakah anak melihat pada mainan tersebut?

- Apakah anak Anda pernah bermain “sandiwara” misalnya berpura-pura berbicara di telefon atau berpura-pura menyuapi  boneka?
Terkait tujuh ciri utama penyandang autis di atas, dia menyimpukan bila anak Anda minimal menjawab tidak dari pertanyaan di atas, bisa dipastikan anak Anda menyandang autis.
(tty)

Cara Terapi Penyembuhan Autisme

Terapi Untuk Penyembuhan Autisme  Terlengkap - Autisme merupakan gejala pada manusia yang telah dibawa sejak lahir atau ketika balita ( di bawah 3 tahun ) yang menyebabkan penderita tidak bisa membentuk sosiaal atau berkomunikasi secara normal. Kasus autisme di indonesia pada khususnya dan di dunia pada khususnya semakin banyak dijumpai, hal itu karena pengaruh orang tua saat hamil yang mengkonsumsi makanan yang dapat menyebabkan kelainan pada janin. Hal inilah yang harus menjadi perhatian bagi anda para orang tua agar anak yang dilahirkan tidak mengalami kelainan dan autisme. 
Terapi Untuk Penyembuhan Autisme
Anak yang menderita autis tidak lantas dicampakkan dan diterlantarkan, karena bagaimanapun juga itu adalah anak kita yang lahir dari rahim seorang ibu dan wajib diberikan kasih sayang dan perhatian penuh. Para orang tua seharusnya bertindak demikian, hendaknya jika anda memiliki anak yang menderita autisme maka berikanlah kasih sayang kepadanya, rawatlah dia dengan sebaik-baik perawatan. Banyak kasus yang menunjukkan angka fantastis mengenai penelantaran anak autis. Hal inilah yang anda harus hindari, karena jika orang tua memberikan kasih sayang yang tulus dan dengan dibantu upaya-upaya penyembuhan maka sangat mungkin akan sembuh. Berbicara mengenai upaya penyembuhan bagi penderita autisme maka pada kesempatan kali ini Constiti akan memberikan informasi yang lengkap dan absah tentang Terapi Untuk Penyembuhan Autisme Terlengkap.
Berikut adalah beberapa terapi bagi penderita autisme :
1. Terapi fisik
Penderita autis khususnya anak-anak biasanya mengalami gangguan syaraf motorik. Biasanya anak yang menderita autis mengalami gejala seperti jalan yang tidak kuat, atau bahkan belum bisa berjalan pada usia yang seharusnya sudah bisa berjalan. Hal ini disebabkan karena anak-anak penderita autis memiliki tonus otot yang lembek sehingga mengalami gejala seperti yang dicontohkan di atas. Salah satu terapi yang bisa dilakukan orang tua adalah dengan fisioterapi dan  terapi integrasi sensoris.Menurut penelitian ilmiah, terapi ini akan sangat membantu anak agar otot-ototnya menjadi lebih kuat dan mampu meningkatkan keseimbangan tubuh.
2. Terapi visual
Anak penderita autis secara umum lebih mudah belajar dengan cara visual ( visual learning). Untuk itu anda sebagai orang tua bisa memberikan terapi visual kepada anak anda yang autis sebagai salah satu solusi. Terapi visual sangat mudah didapatkan, misalnya dengan video game atau dengan PECS ( Picture Exchange Communication System), atau dengan visual-visual lain. Terbukti secara medis terapi visual ini dapat meningkatkan kemampuan syaraf penderita autis dan melatih komunikasi.

2. Terapi bermain
Anak yang mengalami autisme membutuhkan hubungan sosial dengan teman-teman sebayanya, maka dari itu anak penderita autis bisa diberikan terapi bermain. Terapi bermain dapat meningkatkan kemampuan berbicara, kemampuan berkomunikasi dan kemampuan berinteraksi dengan orang lain. Hal ini bisa anda lakukan sendiri atau melalui jasa terapis.
4. Terapi wicara
Terapi wicara dianggap sebagai terapi wajib bagi andak autis karena hampir semua anak penderita autis memiliki kesulitan dalam berucap sehingga sulit berkomunikasi dengan orang lain. Terapi wicara ini akan melatih anak autistik dalam berkomunikasi dan berbahasa. Meskipun demikian orang tua harus sabar dan tidak boleh menyerah dalam melatih anak autis, karena melatih anak autis tidak seperti melatih anak-anak normal.
5. Applied Behavioral Analysis (ABA)
Jenis terapi ini sangat populer di indonesia sehingga mayoritas orang tua menggunakan jenis terapi ini untuk penyembuhan anak autis. ABA adalah memberi pelatihan khusus pada anak dengan memberikan positive reinforcement (hadiah/pujian) kepadanya atas pencapaian-pencapaian tertentu. Dengan metode ini orang tua bisa mengukur sejauh mana perkembangan anak autis. Terapi ini dikenal juga dengan istilah terapi perilaku. Tujuan dari terapi ini adalah mengurangi agresivitas pada anak autis, karena anak autis cenderung hiperaktif dan mudah mengamuk. Selain itu terapi ini juga bertujuan menambahkan perilaku yang kurang pada anak autis.
6. Terapi okupasi (occupational therapy) 
Biasanya anak penderita autis mengalami kesulitan dalam ketrampilan dan gerakannya. Hal ini dikarenakan anak autis memiliki keterlambatan dalam perkembangan motorik halus. Nah, sebagai salah satu solusi untuk meningkatkan ketrampilan anak autis anda bisa menggunakan terapi okupasi ini. Terapi okupasi ini mampu meningkatkan kemampuan anak dan memperbaiki kualitas hidup mereka, baik di rumah maupun di sekolah. Terapis akan membantu mengenalkan, mempertahankan, dan meningkatkan keterampilan anak. Dengan cara ini, penderita autisme diharapkan bisa hidup semandiri mungkin.
7. Terapi sosial
Terapi sosial dibutuhkan untuk membantu anak penderita autis agar lebih mudah berkomunkasi dan berinteraksi dengan teman-teman sebaya atau orang lain. Karena pada umumnya anak autis mengalami kesulitan dalam berucap dan berkomunikasi dua arah. Oleh karena itu anda bisa mengajak anak autis untuk bermain bersama teman-teman sebayanya di tempat yang menyenangkan dan dengan suasana yang ceria. 
8. Terapi  perkembangan
Floortime, Son-rise dan RDI (Relationship Developmental Intervention) dianggap sebagai terapi perkembangan. Caranya dengan mempelajari minat anak, kekuatannya dan tingkat perkembangannya, dan kemudian ditingkatkan kemampuan sosialnya, emosionalnya dan intelektualnya. Terapi perkembangan berbeda dengan terapi perilaku seperti ABA yang lebih mengajarkan ketrampilan yang lebih spesifik.
9. Terapi biomedik
Anak yang menderita autis biasanya mengalami gangguan metabolisme yang akan berdampak pada gangguan fungsi otak. Oleh karena itu anak-anak ini diperiksa secara intensif baik darah, urine, feses, dan rambutnya. Setelah menemukan dan mengetahui kelainan dalam tubuh anak, maka kemudian diperbaiki sehingga otak bebas dari gangguan-gangguan dari dalam. Terapi ini memang membutuhkan biaya yang lumayan mahal, karena dilakukan oleh tenaga ahli dan dengan peralatan yang lengkap tentunya. Walau bagaimanapun kesembuhan anak merupakan prioritas bagi orang tua, karena ia adalah harta yang paling berharga.
10. Terapi berkuda
Terapi ini masih sangat jarang digunakan di indonesia, karena terapi ini tergolong penemuan baru. Terapi berkuda mampu meningkatkan konsentrasi anak autis. Anak autis menunggangi kuda dan kuda berjalan secara pelan dan dipandu oleh terapis. Peran terapi sangat penting di sini, karena ia lah yang akan mendampingi anak dan menganalisa perkembangannya.
Anak penderita autis tidak boleh dicampakkan dan diterlantarkan, tetapi harus diperhatikan dan diberikan kasih sayang yang tulus. Tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini selama ada usaha dan kerja keras serta doa.
Demikian sedikit informasi dari Constiti tentang Terapi Untuk Penyembuhan Autisme  Terlengkap. Semoga menambah wawasan anda dan bermanfaat bagi semua khususnya orang tua.
Baca juga artikel berikut : Pantangan-Pantangan Bagi Ibu Hamil.

ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

Anak Berkebutuhan Khusus


Anak dengan kebutuhan khusus (special needs children) dapat diartikan secara simpel sebagai anak yang lambat (slow) atau mengalami gangguan (retarded) yang tidak akan pernah berhasil di sekolah sebagaimana anak-anak pada umumnya.
Banyak istilah yang dipergunakan sebagai variasi dari kebutuhan khusus, seperti disability, impairment, dan handicaped. Menurut World Health Organization (WHO), definisi masing-masing istilah adalah sebagai berikut:
  1. Impairment: merupakan suatu keadaan atau kondisi di mana individu mengalami kehilangan atau abnormalitas psikologis, fisiologis atau fungsi struktur anatomis secara umum pada tingkat organ tubuh. Contoh seseorang yang mengalami amputasi satu kakinya, maka dia mengalami kecacatan kaki.
  2. Disability: merupakan suatu keadaan di mana individu mengalami kekurangmampuan yang dimungkinkan karena adanya keadaan impairment seperti kecacatan pada organ tubuh. Contoh pada orang yang cacat kakinya, maka dia akan merasakan berkurangnya fungsi kaki untuk melakukan mobilitas.
  3. Handicaped: merupakan ketidak beruntungan individu yang dihasilkan dari impairment atau disability yang membatasi atau menghambat pemenuhan peran yang normal pada individu. Handicaped juga bisa diartikan  suatu keadaan di mana individu mengalami ketidakmampuan dalam bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungan. Hal ini dimungkinkan karena adanya kelainan dan berkurangnya fungsi organ individu. Contoh orang yang mengalami amputasi kaki sehingga untuk aktivitas mobilitas atau berinteraksi dengan lingkungannya dia memerlukan kursi roda.
Termasuk anak-anak berkebutuhan khusus yang sifatnya temporer di antaranya adalah anak-anak penyandang post traumatic syndrome disorder (PTSD) akibat bencana alam, perang, atau kerusuhan, anak-anak yang kurang gizi, lahir prematur, anak yang lahir dari keluarga miskin, anak-anak yang mengalami depresi karena perlakukan kasar, anak-anak korban kekerasan, anak yang kesulitan konsentrasi karena sering diperlakukan dengan kasar, anak yang tidak bisa membaca karena kekeliruan guru mengajar, anak berpenyakit kronis, dan sebagainya.
Menurut Heward anak berkebutuhan khusus adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada ketidakmampuan mental, emosi atau fisik. Yang termasuk kedalam ABK antara lain: tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, kesulitan belajar, gangguan prilaku, anak berbakat, anak dengan gangguan kesehatan. istilah lain bagi anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa dan anak cacat. Karena karakteristik dan hambatan yang dimilki, ABK memerlukan bentuk pelayanan pendidikan khusus yang disesuaikan dengan kemampuan dan potensi mereka, contohnya bagi tunanetra mereka memerlukan modifikasi teks bacaan menjadi tulisan Braille dan tunarungu berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat. Anak berkebutuan khusus biasanya bersekolah di Sekolah Luar Biasa (SLB) sesuai dengan kekhususannya masing-masing. SLB bagian A untuk tunanetra, SLB bagian B untuk tunarungu, SLB bagian C untuk tunagrahita, SLB bagian D untuk tunadaksa, SLB bagian E untuk tunalaras dan SLB bagian G untuk cacat ganda.
Anak berkebutuhan khusus (ABK) agak berbeda dengan anak-anak pada umumnya. Anak berkebutuhan khusus berproses dan tumbuh, tidak dengan modal fisik yang wajar, karenanya sangat wajar jika mereka terkadang cenderung memiliki sikap defensif (menghindar), rendah diri, atau mungkin agresif, dan memiliki semangat belajar yang lemah.
Anak berkebutuhan khusus (ABK) adalah definisi yang sangat luas, mencakup anak-anak yang memiliki cacat fisik, atau kemampuan IQ rendah, serta anak dengan permasalahan sangat kompleks, sehingga fungsi-fungsi kognitifnya mengalami gangguan.
            Ada beberapa istilah yang digunakan untuk menunjukkan keadaan anak berkebutuhan khusus. Istilah anak berkebutuhan khusus merupakan istilah terbaru yang digunakan, dan merupakan terjemahan dari children with special needs yang telah digunakan secara luas di dunia internasional, ada beberapa istilah lain yang pernah digunakan diantaranya anak cacat, anak tuna, anak berkelainan, anak menyimpang, dan anak luar biasa, ada satu istilah yang berkembang secara luas telah digunakan yaitu difabel, sebenarnya merupakan kependekan dari diference ability.
            Anak-anak berkebutuhan khusus, adalah anak-anak yang memiliki keunikan tersendiri dalam jenis dan karakteristiknya, yang membedakan mereka dari anak-anak normal pada umumnya.
The National Information Center for Children and Youth with Disabilities (NICHCY) mengemukakan bahwa “children with special needs or special needs children refer to children who have disabilities or who are at risk of developing disabilities”.
Hal senada juga diajukan oleh Behr dan Gallagher (Fallen dan Umansky, 1985:13) yang mengusulkan perlunya definisi yang lebih fleksibel dalam mendefinisikan anak-anak berkebutuhan khusus. Artinya, tidak hanya meliputi anak-anak berkelainan (handicapped children) sebagaimana dirumuskan dalam P.L 94-142, tetapi juga mereka yang termasuk anak-anak memiliki faktor resiko. Dijelaskan lebih lanjut bahwa dengan definisi yang lebih fleksibel, akan memberikan keuntungan bahwa hambatan yang lebih serius dapat dicegah melalui pelayanan anak pada usia dini. Sekalipun demikian, dalam pembahasan ini lebih memfokuskan kepada anak-anak yang termasuk dalam kategori anak cacat atau berkelainan.
Perubahan terminologi atau istilah anak berkebutuhan khusus dari istilah anak luar biasa tidak lepas dari dinamika perubahan kehidupan masyarakat yang berkembang saat ini, yang melihat persoalan pendidikan anak penyandang cacat dari sudut pandang yang lebih bersifat humanis dan holistik, dengan penghargaan tinggi terhadap perbedaan individu dan penempatan kebutuhan anak sebagai pusat perhatian, yang kemudian telah mendorong lahirnya paradigma baru dalam dunia pendidikan anak penyandang cacat dari special education ke special needs education. Implikasinya, perubahan tersebut juga harus diikuti dengan perubahan dalam cara pandang terhadap anak penyandang cacat yang tidak lagi menempatkan kecacatan sebagai focus perhatian tetapi kepada kebutuhan khusus yang harus dipenuhinya dalam rangka mencapai perkembangan optimal. Dengan demikian, layanan pendidikan tidak lagi didasarkan atas label kecacatan anak, akan tetapi harus didasarkan pada hambatan belajar dan kebutuhan setiap individu anak atau lebih menonjolkan anak sebagai individu yang memiliki kebutuhan yang berbeda-beda.
Ada beberapa istilah yang sering digunakan untuk memahami anak berkebutuhan khusus yaitu impairment yang berarti cacat, disability di mana seseorang mengalami hambatan karena berkurangnya fungsi suatu organ yang dimungkinkan karena kondisi cacat, dan handicapped,merupakan keadaan seseorang yang mengalami hambatan dalam komunikasi dan sosialisasi dengan lingkungan. Kondisi handicapped inilah yang merupakan berkebutuhan khusus, karena untuk bersosialisasi dengan lingkungan termasuk pendidikan dan pengajaran memerlukan perlakuan khusus.

C. Jenis-jenis Anak Berkebutuhan Khusus

1. Kelainan Mental terdiri dari:
a. Mental Tinggi
Sering dikenal dengan anak berbakatintelektual, di mana selain memiliki kemampuan intelektual di atas rerata normal yang signifikan juga memiliki kreativitas dan tanggung jawab terhadap tugas.
b. Mental Rendah
Kemampuan mental rendah atau kapasitas intelektual (IQ) di bawah rerata dapat dibagi menjadi 2 kelompok yaitu anak lamban belajar (slow learners) yaitu anak yang memilki IQ antara 70 – 90. Sedangkan anak yang memiliki IQ di bawah 70 dikenal dengan anak berkebutuhan khusus.
c. Berkesulitan Belajar Spesifik
Berkesulitan belajar berkaitan dengan prestasi belajar (achivement) yang diperoleh siswa. Anak berkesulitan belajar spesifik adalah anak yang memiliki kapasitas intelektual normal ke atas tetapi memiliki prestasi belajar rendah pada bidang akademik tertentu.

2. Kelainan Fisik Anak berkebutuhan khusus meliputi :

a. Kelainan Tubuh (Tunadaksa)
Tunadaksa adalah individu yang memiliki gangguan gerak yang disebabkan oleh kelainan neuro-muskular dan struktur tulang yang bersifat bawaan, sakit atau akibat kecelakaan, termasuk celebral palsy (kelayuhan otak ), amputasi (kehilangan organ tubuh), polio, dan lumpuh.
Tingkat gangguan pada tunadaksa adalah ringan yaitu memiliki keterbatasan dalam melakukan aktivitas fisik tetap masih dapat ditingkatkan melalui terapi, sedang yaitu memilki keterbatasan motorik dan mengalami gangguan koordinasi sensorik, berat yaitu memiliki keterbatasan total dalam gerakan fisik dan tidak mampu mengontrol gerakan fisik.
b. Kelainan Indera Penglihatan (Tunanetra)
Tunanetra adalah individu yang memiliki hambatan dalam penglihatan. Tunanetra dapat diklasifikasikan kedalam dua golongan yaitu: buta total (blind) dan low vision.
Definisi tunanetra menurut Kaufman & Hallahan adalah individu yang memiliki lemah penglihatan atau akurasi penglihatan kurang dari 6/60 setelah dikoreksi atau tidak lagi memiliki penglihatan. Karena tunanetra memiliki keterbataan dalam indra penglihatan maka proses pembelajaran menekankan pada alat indra yang lain yaitu indra peraba dan indra pendengaran. Oleh karena itu prinsip yang harus diperhatikan dalam memberikan pengajaran kepada individu tunanetra adalah media yang digunakan harus bersifat taktual dan bersuara, contohnya adalah penggunaan tulisan braille, gambar timbul, benda model dan benda nyata. sedangkan media yang bersuara adalah tape recorder dan peranti lunak JAWS.
Untuk membantu tunanetra beraktivitas di sekolah luar biasa mereka belajar mengenai orientasi dan mobilitas. Orientasi dan Mobilitas diantaranya mempelajari bagaimana tunanetra mengetahui tempat dan arah serta bagaimana menggunakan tongkat putih (tongkat khusus tunanetra yang terbuat dari alumunium)
c. Kelainan Pendengaran (Tunarungu)
Tunarungu adalah individu yang memiliki hambatan dalam pendengaran baik permanen maupun tidak permanen. Klasifikasi tunarungu berdasarkan tingkat gangguan pendengaran adalah:
1.              Gangguan pendengaran sangat ringan(27-40dB)
2.              Gangguan pendengaran ringan(41-55dB)
3.              Gangguan pendengaran sedang(56-70dB)
4.              Gangguan pendengaran berat(71-90dB)
5.              Gangguan pendengaran ekstrim/tuli(di atas 91dB)
Karena memiliki hambatan dalam pendengaran individu tunarungu memiliki hambatan dalam berbicara sehingga mereka biasa disebut tunawicara. Cara berkomunikasi dengan individu menggunakan bahasa isyarat, untuk abjad jari telah dipatenkan secara internasional sedangkan untuk isyarat bahasa berbeda-beda di setiap negara. saat ini dibeberapa sekolah sedang dikembangkan komunikasi total yaitu cara berkomunikasi dengan melibatkan bahasa verbal, bahasa isyarat dan bahasa tubuh. Individu tunarungu cenderung kesulitan dalam memahami konsep dari sesuatu yang abstrak.
Kelainan pendengaran dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok yaitu tuli (deaf) dan kurang dengar (hard of hearing).
d. Kelainan Bicara (Tunawicara)
Seseorang yang mengalami kesulitan dalam mengungkapkan pikiran melalui bahasa verbal, sehingga sulit bahkan tidak dapat dimengerti orang lain. Kelainan bicara ini dapat bersifat fungsional di mana mungkin disebabkan karena ketunarunguan, dan organik yang memang disebabkan adanya ketidaksempurnaan organ bicara maupun adanya gangguan pada organ motoris yang berkaitan dengan bicara.
3. Kelainan Emosi
Gangguan emosi merupakan masalah psikologis, dan hanya dapat dilihat dari indikasi perilaku yang tampak pada individu. Adapun klasifikasi gangguan emosi meliputi:
  1. Gangguan Perilaku
·         Mengganggu di kelas
·         Tidak sabaran-terlalu cepat bereaksi
·         Tidak menghargai-menentang
·         Menyalahkan orang lain
·         Kecemasan terhadap prestasi di sekolah
·         Dependen terhadap orang lain
·         Pemahaman yang lemah
·         Reaksi yang tidak sesuai
·         Melamun, tidak ada perhatian, dan menarik diri
  1. Gangguan Konsentrasi (ADD/Attention Deficit Disorder)
Enam atau lebih gejala inattention, berlangsung paling sedikit 6 bulan, ketidakmampuan untuk beradaptasi, dan tingkat perkembangannya tidak konsisten. Gejala-gejala inattention tersebut antara lain:
·         Sering gagal untuk memperhatikan secara detail, atau sering membuat kesalahan dalam pekerjaan sekolah atau aktivitas yang lain.
·         Sering kesulitan untuk memperhatikan tugas-tugas atau aktivitas permainan
·         Sering tidak mendengarkan ketika orang lain berbicara
·         Sering tidak mengikuti intruksi untuk menyelesaikan pekerjaan sekolah
·         Kesulitan untuk mengorganisir tugas-tugas dan aktivitas-aktivitas
·         Tidak menyukai pekerjaan rumah dan pekerjaan sekolah
·         Sering tidak membawa peralatan sekolah seperti pensil, buku, dan sebagainya
·         Sering mudah beralih pada stimulus luar
·         Mudah melupakan terhadap aktivitas sehari-hari
  1. Gangguan Hiperaktive (ADHD/Attention Deficit Hiperactivity Disorder)
·         Perilaku tidak bisa diam
·         Ketidakmampuan untuk memberi perhatian yang cukup lama
·         Hiperaktivitas
·         Aktivitas motorik yang tinggi
·         Mudah buyarnya perhatian
·         Canggung
·         Infeksibilitas
·         Toleransi yang rendah terhadap frustasi
·         Berbuat tanpa dipikir akibatnya.
D. Kesimpulan
Dari berbagai pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki perbedaan-perbedaan baik perbedaan interindividual maupun intraindividual yang signifikan dan mengalami kesulitan dalam berinteraksi dengan lingkungan sehingga untuk mengembangkan potensinya dibutuhkan pendidikan dan pengajaran.
Berkebutuhan khusus merupakan istilah yang digunakan untuk menyebutkan anak-anak luar biasa atau mengalami kelainan dalam konteks pendidikan. Ada perbedaan yang signifikan pada penggunaan istilah berkebutuhan khusus dengan luar biasa atau berkelainan. Berkebutuhan khusus lebih memandang pada kebutuhan anak untuk mencapai prestasi dan mengembangkan kemampuannya secara optimal, sedang pada luar biasa atau berkelainan adalah kondisi atau keadaan anak yang memerlukan perlakuan khusus.
Memahami anak berkebutuhan khusus berarti melihat perbedaan individu, baik perbedaan antar individu (interindividual) yaitu membandingkan individu dengan individu lain baik perbedaan fisik, emosi maupun intelektual, dan perbedaan antar potensi yang ada pada individu  itu sendiri (intraindividual).